Malaikat Nyata dalam Kehidupan
Oleh: Ani Nuraeini Noffita Sary
Malaikat
nyata yang ada dalam kehidupan itu adalah sosok seorang Ibu yang telah
membesarkan anak-anaknya seorang diri. Wanita paruh baya kelahiran Serang,
Banten, pada tanggal 10 November 1968 yang bernama Hartini. Saat ini berusia 47
tahun. Ia adalah anak sulung dari tujuh bersaudara. Wanita karir tersebut
memiliki empat orang anak. Sosok seorang Ibu yang rajin, teliti, dan rapih
dalam mengurus rumah tangga.
Selain
itu, dalam menjalani kesehariannya dalam mengurus rumah tangga, profesinya adalah
sebagai PNS yang mengajar di salah satu sekolah dasar negeri yang berada di
daerah Cilegon Bnaten. Ia menekuni profesi tersebut selama kurang lebih lima
belas tahun, dan sudah beberapa kali berpindah-pindah tugas mengajar.
Sudah selama lima belas tahun telah
melewati banyak suka dukanya menjadi seorang guru. Setiap paginya beliau harus
bangun lebih awal untuk mempersiapkan sarapan. Karena itu sudah menjadi kebiasaan
di pagi hari, namun dalam rutinitas pekerjaannya dari sekitar pukul tujuh pagi
hingga pukul dua belas siang. Setelah itu, mempersiapkan makan siang atau
terkadang mengurus kepentingan diluar rumah atau yang terkait tentang
pekerjaannya.
Jika diamati memang tidak mudah
menjadi seorang Ibu seperti Ibu Hartini. Selain harus mengurus urusan rumah dan
anak-anak sekaligus menjadi tulang punggung keluarga. Beliau bukanlah sosok
seorang Ibu yang telihat lemah di depan anak-anaknya, karena hal itu yang dapat
memotifasi dirinya demi bisa mencukupi kebutuhan untuk keempat anaknya tersebut.
Sejak
kecil kedua orang tuanya menanamkan sifat rajin dan mandiri. Karena itu adalah
patokan sebagai seorang kakak bagi keenam adiknya. Untuk bisa menghidupi
keempat anaknya seorang diri dan menyekolahkannya, beliau harus bekerja keras
dengan jerih payahnya menjadi seorang guru sekolah dasar. Setiap bulannya harus
menyisihkan sebagian dari penghasilan mengajar untuk keperluan perbulannya atau
terkadang untuk membayar hutang-hutang kemarin yang dipinjamnya dari seseorang.
Tak
mudah menjalani hidup dan membesarkan anak-anak seorang diri. Beliau selalu
menanamkan rasa memberi dan saling tolong menolong sesama manusia, tak lupa
juga selalu ucapkan terima kasih, tolong, dan meminta maaf. Kata-kata tersebut
sederhana namun penting dan berharga, karena mencerminkan rasa sopan santun
terhadap sesama.
Dari
keempat anaknya harapan beliau bisa mengayam perguruan tinggi. Namun dari
keempat anaknya tersebut hanya kedua anak perempuannya saja yang bisa mengayam sampai
perguruan tinggi. Beliau tidak pernah memaksakan kepada anak-anak untuk sesuai
kehendaknyanya, beliau hanya mengarahkan saja untuk bisa memutuskan sendiri
keinginan dan cita-cita anak-anaknya tersebut.
Sungguh sebuah anugerah yang besar
dari Tuhan menciptakan sosok seorang Ibu seperti Ibu Tini tersebut, sudah banyak
cobaan dan rintangan yang dihadapinya. Namun tetap tegar dan selalu berusaha
menutupi kesedihannya. Dibalik semua itu beliau menyimpan sejuta rahasia,
sejuta misteri yang tak banyak orang ketahui.
Setiap keringat yang menetes dalam
tubuhnya, setiap langkah kaki yang ditujunya adalah sebuah pengorbanan yang
tidak akan bisa terbalaskan. Beliau takkan pernah tergantikan posisinya sebagai
seorang Ibu bagi keempat anaknya, walaupun banyak atau bahkan ribuan orang yang
terbaik tetapi tak ada yang setulus tanpa pamrihnya seperti beliau.
Rasa sayang yang tulus dari sosok
seorang Ibu, rela mengorbankan waktu dan tenaga hanya demi anak-anaknya. Terima
kasih kepada Tuhan telah menciptakan dan telah mengirimkan beliau malaikat
nyata dalam kehidupan. Semoga Tuhan membalas semua jasa-jasanya yang tak akan
bisa terbalaskan.