Gambar ; Stasiun Rangkasbitung masih memiliki pintu liar, sehingga para
penjual asongan masih terus melakukan kegiatan dagangnya di stasiun atau di
atas kereta api. |
RANGKASBITUNG - Wakil Kepala Stasiun (WKS) Rangkasbitung Oya Santika
diduga telah melakukan tindakan kekarasan dan penganiayaan terhadap sejumlah
pedagang asongan yang kerap tertangkap tangan berjualan di area stasiun dan
kereta api (KA) di Rangkasbitung. Di antara pedagang yang menjadi korbannya
adalah Erik (24) penjual tahu, dan Hasim (45) penjual minuman.
Erik warga Kampung Pasir Jati,
Kelurahan Cijoro Lebak, Kecamatan Rangkasbitung mengatakan, kekerasan kepada
dirinya terjadi pada Jumat (1/1) sekitar pukul 14.30. Saat itu, dia sedang
menjajakan dagangannya ke para penumpang kereta yang berhenti di Stasiun
Rangkasbitung. Namun, sebelum sempat turun atau keluar kereta, sejumlah petugas
polisi khusus kereta api (Polasuska) menangkapnya, lalu dibawa ke suatu ruangan
sambil tangannya diborgol.
“Dalam ruangan tersebut, selain diberikan arahan, kami juga mendapatkan tindakan kekerasan dari wakil kepala stasiun, Pak Oya Santika dengan memukul menggunakan penggaris yang terbuat dari besi atau matras tepat pada telinga saya. Selain itu saya dijemur di luar sambil diborgol layaknya penjahat yang melakukan tindakan kriminalitas,” ujar Erik Rabu (6/1).
Lanjutnya, dia dan teman-temannya mengakui telah melakukan kesalahan dan melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh managemen PT KAI (Kereta Api Indonesia).Tapi, menurut Erik, cara menghukum yang dilakukan wakil kepala stasiun tersebut sangat berlebihan seperti layaknya penjahat yang melakukan tindak pidana.
Kepala Stasiun Rangkasbitung Urip saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui bahwa adanya tindakan kekerasan yang dilakukan wakil kepala stasiun terhadap pedangan asongan yang membandel tertangkap tangan berjualan area stasiun dan di dalam kereta saat berhenti.
"Sebetulnya peraturannya telah jelas, seperti pada pasal 124 PP nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan KA juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang masuk ke dalam peron stasiun. Kecuali petugas, penumpang yang memiliki karcis, dan pengantar/penjemput yang memiliki karcis peron. Itu kan sudah jelas peraturannya, namun pedagangnya saja yang membandel. Tapi memang tidak seharusnya ada kekerasan atau tindakan aniaya terhadap pedagang asongan yang membandel,” terangnya. (FIP)
“Dalam ruangan tersebut, selain diberikan arahan, kami juga mendapatkan tindakan kekerasan dari wakil kepala stasiun, Pak Oya Santika dengan memukul menggunakan penggaris yang terbuat dari besi atau matras tepat pada telinga saya. Selain itu saya dijemur di luar sambil diborgol layaknya penjahat yang melakukan tindakan kriminalitas,” ujar Erik Rabu (6/1).
Lanjutnya, dia dan teman-temannya mengakui telah melakukan kesalahan dan melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh managemen PT KAI (Kereta Api Indonesia).Tapi, menurut Erik, cara menghukum yang dilakukan wakil kepala stasiun tersebut sangat berlebihan seperti layaknya penjahat yang melakukan tindak pidana.
Kepala Stasiun Rangkasbitung Urip saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui bahwa adanya tindakan kekerasan yang dilakukan wakil kepala stasiun terhadap pedangan asongan yang membandel tertangkap tangan berjualan area stasiun dan di dalam kereta saat berhenti.
"Sebetulnya peraturannya telah jelas, seperti pada pasal 124 PP nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan KA juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang masuk ke dalam peron stasiun. Kecuali petugas, penumpang yang memiliki karcis, dan pengantar/penjemput yang memiliki karcis peron. Itu kan sudah jelas peraturannya, namun pedagangnya saja yang membandel. Tapi memang tidak seharusnya ada kekerasan atau tindakan aniaya terhadap pedagang asongan yang membandel,” terangnya. (FIP)
NAMA : Fadzar ilham Pangestu
Nim : 31113044
jenis : Berita